2014/04/13

Psikoterapi

Sejarah Psikoterapi
Pada zaman dahulu kala, dipercaya bahwa perilaku abnormal disebabkan oleh setan. Setan tersebut diusir dengan teknik tertentu seperti doa, mantera, sihir, dan teknik lainnya. Jika terapi tersebut tidak berhasil, diambil tindakan yang lebih ekstrim. Misalnya denagn merajam hingga mati.
Selama abad 15 sampai 16, gangguan mental itu dipandang sebagai penyakit. Maka penderita gangguan mental dimasukkan ke dalam rumah sakit khusus untuk penderita gangguan mental yang disebut asilum. Asilum seperti penjara untuk para penghuninya, mereka dirantai di sel yang gelap dan kotor. Tetapi pada saat Philipe Pinel (1745-1826) yang bertugas, terjadi perkembangan. Pinel memperbolehkan melepas rantai yang mengikat para penderita. Eksperimennya berhasil. Setelah dilepaskan dari ikatannya, ditempatkan di ruang yang bersih dan terang, banyak orang yang selama bertahun-tahun dianggap tidak berharapan sembuh ternyata mengalami kemajuan yang besar. 
Akhir abad 18 dan awal abad 19, ahli kllinis berusaha untuk merawat gangguan mental berdasarkan psikologi. Contohnya, Josef Breuer (1842-1925), seorang dokter dari Viennese yang merawat pasien yang histeria dengan menggunakan metode hipnotis.

Pengertian Psikoterapi
Psikoterapi secara etimologis mempunyai arti sederhana, yakni dari kata “psyche” yang artinya jelas dan “theraphy” yang dalam bahasa Yunani berarti “merawat” atau “mengasuh”. Sehingga dalam arti sempitnya psikoterapi itu “perawatan terhadap aspek kejiwaan”.
Psikoterapi adalah sebuah intervensi yang diberikan oleh seorang profesional dengan menggunakan prinsip-prinsip psikologi yang mencoba untuk mengobati gangguan mental dan untuk meningkatkan kehidupan seseorang yang bahagia atau terganggu. Dalam psikoterapi terdiri atas beberapa metode yang digunakan untuk mengobati perilaku abnormal. Sebagian metode tersebut difokuskan untuk membantu individu dalam mendapatkan suatu pemahamannya tentang penyebab masalah.
Psikoterapi kurang begitu populer di Indonesia karena tidak semua orang mengerti akan pentingnya psikoterapi. Hanya orang yang berasal dari ekonomi menengah ke atas saja yang menggunakannya.
Psikoterapi dapat diberikan oleh dokter psikiatrik atau psikiater, yabg memiliki gelar M.D (di Amerika). Istilah ahli psikoanalisis ditujukan untuk individu yang telah mendapatkan latihan khusus di institut psikoanalitik dengan mempelajari metode dan teori Freud. Ahli Psikologi yang bekerja sebagai ahli psikoterapi biasanya mendapatkan gelar Ph.D. (doctor of Philosophy) atau Psy.D. (doctor of Psychology). Pekerja sosial psikiatrik harus menyelesaikan pendidikan 2 tahun untuk mendapatkan gelar master (M.S.W).
Sementara pengertian psikoterapi menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1.      Menurut Wolberg (1954), psikoterapi adalah suatu bentuk dari perawatan (treatment) terhadap masalah-masalah yang dasarnya emosi, dimana seorang yang terlatih denganseksama membentuk hubungan professional dengan pasien dengan tujuan memindahkan, mengubah atau mencegahmuncunya gejala dan menjadi perantara untuk menghilangkan pola-pola perilaku yang terhambat.
2.      Menurut Whitaker dan Malone (1953), psikoterapi adalah upaya untuk mempercepat pertumbuhan manusia sebagai pribadi.
Banyak contoh kasus yang menunjukkan adanya perbedaan tujuan dalam psikoterapi dan karena itu juga ada kekhususan penggunaan metode, sistem, dan teknik yang dipakai. Berikut ini akan diuraikan beberapa tujuan dalam psikoterapi secara khusus dari beberapa metode dan teknik psikoterapi yang banyak peminatnya:
1.      Tujuan psikoterapi menggunakan pendekatan psikodinamika menurut Ivey, et al (1987) adalah membuat sesuatu yang disadari. Rekonstruksi kepribadiannya dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang sidah lewat dan menyusun sintesis yang baru dari konflik-konflik yang lama.
2.      Tujuan psikoterapi menggunakan teknik Gesalt menurut Corey (1991) adalah memperoleh pemahaman mengenai saat-saat dari pengalamannya, untuk merangsang menerima tanggung jawab.
Menurut Masserman (dalam Maulany, 1997) telah melaporkan delapan “parameter pengaruh” dasar yang mencakup unsure-unsur lazim pada semua jenis psikoterapi. Dalam hal ini termasuk:
1.      Peran sosial (martabat) psikoterapis
2.      Hubungan (persekutuan terapautik)
3.      Hak
4.      Retrospeksi
5.      Re-edukasi
6.      Rehabilitasi
7.      Resosialisasi
8.      Rekapitulas

Sumber:
Mashudi.F. (2012). Psikologi Konseling. Jogjakarta: IRCiSoD
Mappiare, Andi. 1992. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT Raja Graffindo
Semiun. Yustinus. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta. Kanisius
http://klikpsikologi.com/pengertian-psikoterapi/
http://atpsikologi.blogspot.com/2010/02/psikoterapi.html
                                                                                    

2013/11/02

Psikologi Organisasi

Penfertian Psikologi Industri dan Organisasi

        Istilah pada umumnya psikologi industri dan organisasi merupakan terjemahan dari Industrial and Organizational Psychology. Tidak hanya itu, pengertian psikologi juga mencakup pengertian dari business (perusahaan). Perilaku manusia pun kini berkaitan dengan kegiatan industri dan organisasi dipelajari guna pengembangan teori, aturan dan prinsip-prinsip psikologi baru yang berlaku umum dalam lingkup industri dan organisasi. Di samping itu alat-alat untuk mengukur perbedaan antarmanusia juga masih tetap dikembangkan guna meningkatkan kecermatan dalam melaksanakan pemeriksaan psikologi dengan tujuan seleksi, penempatan, pengenalan diri, penyuluhan kejuruan, dan pengembangan karier. Psikologi industri dan organisasi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia:
·         dalam perannya sebagai tenaga kerja dan sebagai konsumen
·        baik secara perorangan maupun secara kelompok, dengan maksud agar temuannya dapat diterapkan dalam industri dan organisasi untuk kepentingan dan kemanfaatan manusianya dan organisasi.

1.    Psikologi Industri dan Organisasi sebagai Ilmu
         Masih menerapkan temuan-temuan dari psikologi pada umumnya, psikologi dan industri pada khususnya kedalam industry dan organisasi.

2.    Psikologi Industri dan Organisasi Mempelajari Perilaku Manusia
              Perilaku manusia yang dimaksud dalam industri dan organisasi ialah perilaku yang dapat diamati secara langsung. Seperti berbicara, berjalan, makan, minum, duduk, dan sebagainya. Maupun perilaku tersebut yang tidak dapat diamati secara langsung, seperti berpikir, perasaan, motivasi, dan sebagainya.

3.  Psikologi Manusia Dipelajari dalam Perannya sebagai Tenaga Kerja dan sabagai  Konsumen
         Perilaku manusia dipelajari di dalam segala aktifitasnya. Manusia dipelajri dari segi melaksanakan tugas pekerjaannnya. Melakukan hal-hal yang berhubungan dengan segala aktifitas yang mempergunakan fisik. Manusia dipelajri dalam interaksi-interaksinya.

4.   Perilaku Manusia dipelajari secara Perorangan dan secara Kelompok
         Perilaku manusia yang dapat dipelajari melalui dirinya sendiri ataupun dalam suatu kelompok besar maupun kecil. Dalam diri sendiri mendapat definisi yang berbeda dengan mempelajari dalam segi kelompok. Juga dapat dipelajari sejauh mana struktur, pola dan kerja organisasi mempunyai pengaruh terhadap kerjanya.


Wawasan Psikologi Industri dan Organisasi

Yang dimaksud dengan organisasi ialah organisasi formal yang mencakup organisasi yang mencari keuntungan, yang memproduksi barang atau jasa (industri, perdagangan, biro akuntan, biro perjalanan, perbankan) dan organisasi yang tujuan utamanya bukan mencari keuntungan (lembaga pendidikan, ruamh sakit, badan-badan pemerintah, lembaga pemasyarakatan).
Objek yang dipelajari oleh psikologi industry dan organisasi adalah perilaku manusia sebagai tenaga kerja dan sebagia konsumen dalam kaitan:
1.      Fungsi batas Sistim yaitu secara perorangan atau secara kelompok seperti:
a. Pelamar/calon tenaga kerja
b. Tenaga kerja yang terlibat dalam proses pengadaan dan seleksi tenaga kerja
c. Tenaga kerja yang terlibat dalam proses pengendalian mutu, pemasaran dan penjualan
d. Konsumen, perorangan maupun perusahaan

2.      Proses produksi dalam sistim seperti:
a. Tenaga kerja pelaksana yang dikelola
b. Tenaga kerja pengelola (manager)

Daftar Pustaka

Munandar, Ashar Sunyoto.2001.Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: UI-Press
Wursanto, Ig,  Dasar-dasar Ilmu organisasi, Cv Andi offset
P. Siagian, M.P.A., Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta . hlm. 41.
H. Abdurrahmat Fathoni, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung: Rineka Cipta, 2006), hlm 5-6
Kartini Hartono, Psikologi Sosial untuk Manajemen, Perusahaan, dan Industri, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), hlm 1
http://fajarinisyafitri.blogspot.com/2011/01/definisi-psikologi-dan-pandangan.html

Psikologi Manajemen

Pengertian Psikologi

Secara etimologi manajemen berasal dari kata Yunani “psycho” yang artinya jiwa, dan “logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi Psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya. Dengan singkat disebut Ilmu Jiwa.
Secara terminologi Psikologi menurut kesimpulan para ahli adalah ilmu yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu. Dimana individu tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya.


Pengertian Manajemen

Secara etimologis manajemen berasal dari kata “management” yang artinya ketatalaksanaan, tata pimpinan, dan pengelolaan. Dalam bahasa Arab istilah manajemen diartikan sebagai an-nizam, yang merupakan suatu tempat untuk menyimpan segala sesuatu dan penempatan segala sesuatu pada tempatnya.
Secara terminology yang diambil kesimpulannya menurut para ahli manajemen adalah serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan, dan mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan mendaya gunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.


Pengertian Psikologi Manajemen

Psikologi manajemen adalah suatu studi tentang tingkah laku manusia yang terlibat dalam proses manajemen dalam rangka melaksanakan funsi-fungsi manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya

Konsep Dasar Psikologi Manajemen

Psikologi manajemen adalah ilmu tentang bagaimana mengatur / me-manage sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan. Sebagai ilustrasi, dulu dalam manajemen, orang berproduksi hanya mengandalkan sumber daya alam. Misalnya, orang berburu, memancing atau memetik hasil hutan saja untuk memenuhi keperluannya. Tetapi lama-kelamaan mulai terasa bahwa dengan menambahkan sumber daya manusia (terutama akalnya), maka orang akan bisa lebih efektif dan efisien dalam berproduksi. Maka mulailah dikenal pertanian, peternakan dan upaya budi daya sumber-sumber alam lainnya.
Setelah itu, timbul lagi kebutuhan akan modal, karena dengan investasi dana tertentu, akan bisa dibuat alat tertentu untuk lebih meningkatkan lagi efisiensi dan efektivitas produksi. Maka sejak zaman revolusi industri, tiga modal kerja yang utama adalah SDA (Sumber Daya Alam), SDU (Sumber Daya Uang) dan SDM (Sumber Daya Manusia), dan ilmu manajemen pun berkisar pada upaya untuk mengoptimalkan kinerja antar ketiga modal kerja itu.
Kaitannya dengan psikologi: dengan ditemukan dan dikembangkannya ilmu psikologi, diketahui bahwa unsur SDM (Sumber Daya Manusia) ternyata merupakan yang terpenting dari ketiga modal kerja perusahaan manapun. Pasalnya, ilmu psikologi yang memang berpusat pada manusia, mampu mengintervensi berbagai faktor internal manusia seperti motivasi, sikap kerja, keterampilan, dsb dengan berbagai macam teknik dan metode, sehingga bisa dicapai kinerja SDM (Sumber Daya Manusia) yang setinggi-tingginya untuk produktivitas perusahaan. 
Kegiatan intervensi (yang bertujuan untuk "mengolah" manusia) inilah yang menjadi titik tolak dari kajian ilmu psikologi manajemen. Hal ini bertujuan agar seluruh kayawan / SDM (Sumber Daya Manusia) dari suatu organisasi/perusahaan mengerti betul akan tugasnya, mampu memberikan informasi kepada pelanggan atau rekan sekerjanya, dan pada akhirnya membuat karyawan itu senang pada pekerjaan dan perusahaannya.


Manfaat Psikologi Manajemen

Untuk mendapatkan pemecahan bagi masalah-masalah yang penting berkenaan dengan penggunaan tenaga manusia di dalam proses manajemen.
Agar dunia manajemen mampu menggunakan prosedur-prosedur yang lebih relevan / tepat untuk memecahkan masalah-masalah human (kemanusiaan).


Daftar Pustaka

Mortimer R. Fienberg, dkk, Psikologi Manajemen, Penerbit Mitra Utama, Jakarta, 1996.
Hasibuan, Malayu S.P., Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, Bumi Aksara; Jakarta. 2007.
R. feinberg, dkk. Psikologi Manajemen, Penerbit Mitra Utama , Jakarta. 1996. Hlm. 45.
Erni Tisnawati Sule, dkk, Pengantar Manajemen, (Bandung: Kencana, 2004), Cetakan ke-4, hlm 4-5
H. Abdurrahmat Fathoni, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung: Rineka Cipta, 2006), hlm 5-6
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktik, & Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Edisi Kedua, hlm 4
Kartini Hartono, Psikologi Sosial untuk Manajemen, Perusahaan, dan Industri, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), hlm 1

2013/10/07

AUTOBIOGRAFI
Lahir di Jakarta pada 13 maret 1992, dengan dua nama. Jadi pada saat itu ayah dan ibu saya diskomunikasi. Malam ke 2 pada saat saya lahir ayah saya mengadakan selametan kelahiran saya dengan nama Erwin Darmawan. Dan pada malam ke tiga nya ibu saya juga mengadakan selametan kelahiran saya dan memberi nama Muhammad Syarif Ramdhani, karena pada saat saya lahir itu jatuh pada bulan ramadhan. Tetapi nama yang digunakan hingga sekarang adalah nama yang diberikan oleh ayah saya. Saya anak ke-4 dari 4 bersaudara. Semua anak dari kedua orang tua saya berjenis kelamin laki-laki. Yang pertama bernama Eko Sutrisno, yang kedua Eri Wibowo, dan yang ketiga Budi Santoso. Ayah saya berdarah asli kebumen jawa tengah  dan ibu saya berdarah sunda asli, sukabumi.
Saya memulai pendidikan di TK.Islam Taman Sakti Jakarta Timur pada tahun 1996-1998, lalu di lanjut di SD 05 Pagi Bambu Apus Jakarta Timur ditahun 1998-2004. Lalu saya pindak ke Sukabumi ke daerah ibu saya dan saya lanjut mengenyam pendidikan SMP disana, di SMPN 1 Kalapanunggal Sukabumi jawa Barat pada tahun 2004-2007, lalu dilanjut ke MAN 1 Cibadak Sukabumi di tahun 2007-2010 yang lokasinya lumayan jauh dari SMP tempat saya sekolah.
Ditahun 2010 atau tepatnya saat saya lulus dari MAN saya mau mencoba untuk kerja, tatapi saya mau yang sistem kontrak, 1 tahun mencari hasilnya pun nihil karena rata-rata perusahaan sudah menggunaka sistem kontrak. Akhirnya saya memutuskan untuk kuliah. Saya mencoba SNMPTN di UI dan UIN Jakarta dengan jurusan Psikologi, tetapi tidak ada yang tembus. Akhirnya saya mencoba di Gunadarma dengan fakultas yang sama dan akhirnya masuk, Alhamdulillah.
Kenapa psikologi yang saya pilih? Saya punya keinginan masuk di jususan psikologi sejak SMA kelas 2 karena saat itulah konflik-konflik dikehidupan lingkungan maupun pribadi mulai terasa dari situ saya punya keinginan untuk bisa memahami tentang manusia baik individu maupun kelompok dengan lebih spesifik lagi, ingin bisa menjadi pendengar yang baik dan bisa membantu masalah oang lain. Dan ternyata setelah saya masuk hingga di semester 5 ini ternyata asik juga belajar psikologi, karena lingkup dan objek yang dibahas itu adalah manusia.
Mendengarkan musik bagi saya itu wajib, tiada hari tanpa musik. Terutama lagu-lagu slow rock atau rock lawas dan instrument. Itu sanggat menenagkan pikiran bagi saya. Dan satu lagi hobi yang sangat saya suka adalah hiking. Jalan ke pulau, curug, gunung atau yang berkaitan dengan alam itu mulai saya sukai sejak SMA kelas 2 yang awalnya saya di ajak ke gunung Halimun, lalu berlanjut ke Gunung Salak dan Curug Cinumpang yang semua lokasi berada di Sukabumi Jawa Barat. Dari hobi saya itu akhirnya saya mempunyai keinginan untuk menaiki puncak tertinggi di Indosesia, puncak Cartenz Pyramid jaya Wijaya Papua. Akhirnya saya bergabung di UKM MAPA Gunadarma sebagai wadah saya untuk bisa mengabulkan keinginan saya. Saya berharap untuk kedepannya cita-cita saya bisa terwujud, tak lupa juga keinginan saya yang utama yaitu membahagiakan orang tua dan bisa mengaplikasikan ilmu yang saya dapat di kuliah saya sekarang ini baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Amin..

2013/03/29

TULISAN 3



Penyesuaian Diri dan Pertumbuhan Personal
 
Pengertian penyesuaian diri pada awalnya berasal dari suatu pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi yang di utarakan oleh Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusinya. Ia mengatakan: “Genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and, in animals, raise offspring, this process is called adaptation”.(Microsoft Encarta Encyclopedia)
Sesuai dengan pengertian tersebut, maka tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan tempat ia hidup seperti cuaca dan berbagai unsur alami lainnya. Semua mahluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup.
     Menurut Fatimah (2006) penyesuaian diri memiliki dua aspek, yaitu sebagai berikut:

      Penyesuaian Pribadi
 
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan individu untuk menerima dirinya sendiri sehingga tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan atau tanggungjawab, dongkol. kecewa, atau tidak percaya pada kondisi dirinya.
Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.
Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi, kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya, sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungan.
Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk meredakannya individu harus melakukan penyesuaian diri. 

2                 Penyesuaian Sosial

Setiap iindividu hidup di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat tersebut terdapat proses saling mempengaruhi satu sama lain silih berganti. Dari proses tersebut timbul suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai dengan sejumlah aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang mereka patuhi, demi untuk mencapai penyelesaian bagi persoalan-persoalan hidup sehari-hari. Dalam bidang ilmu psikologi sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum. Dalam hal ini individu dan masyarakat sebenarnya sama-sama memberikan dampak bagi komunitas. Individu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, sementara komunitas (masyarakat) diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh sang individu.
Kedua hal tersebut merupakan proses pertumbuhan kemampuan individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri. Pertumbuhan kemampuan ketika mengalami proses penyesuaian sosial, berfungsi seperti pengawas yang mengatur kehidupan sosial dan kejiwaan. Boleh jadi hal inilah yang dikatakan Freud sebagai hati nurani (super ego), yang berusaha mengendalikan kehidupan individu dari segi penerimaan dan kerelaannya terhadap beberapa pola perilaku yang disukai dan diterima oleh masyarakat, serta menolak dan menjauhi hal-hal yang tidak diterima oleh masyarakat.

Sumber:
Fatimah,N. (2006). Psikologi perkembangan. Bandung : Pusaka Setia
Haditono (1984). Psikologi umum. Yogyakarta , Penerbit Andi
J.P.Chaplin (1972). ). Psikologi Perkembangan. Jakarta; Penerbit, PT Gramedia

TULISAN 2



Teori Kepribadian Sehat

     Psikologi sebagai sebuah ilmu akan selalu berkembang, seiring dengan berkembangnya mazhab-mashab dan teori-teori baru yang bermunculan. Teori-teori yang muncul biasanya merupakan kritik dari teori-teori sebelumnya. Memang, patut diakui bahwa titik pandang (teori) dalam psikologi tidak ada yang sempurna, sehingga terbuka kesempatan bagi ilmuwan untuk memberikan kritik dan masukan ataupun penyempurnaan dari teori yang sudah ada.
Kali ini, kita akan membahas beberapa teori-teori psikologi. Psikoanalisa, Behaviorisme, Humanistik (Holistik), Psikologi Gestalt, Psikologi Positif, Psikologi Transpersonal dan Psikologi lintas Budaya (Cross Culture Psychology).

1. Psikoanalisis
Salah satunya tokoh psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856 – 1939). Nama asli Freud adalah Sigismund Scholomo. Namun sejak menjadi mahasiswa Freud tidak mau menggunakan nama itu karena kata Sigismund adalah bentukan kata Sigmund. Freud lahir pada 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia. Saat itu Moravia merupakan bagian dari kekaisaran Austria-Hongaria (sekarang Cekoslowakia). Pada usia empat tahun Freud dibawa hijrah ke Wina, Austria (Berry, 2001:3). Kedatangan Freud berbarengan dengan ramainya teori The Origin of Species karya Charles Darwin (Hall, 2000:1).
Psikoanalisis bermula dari keraguan Freud terhadap kedokteran. Pada saat itu kedokteran dipercaya bisa menyembuhkan semua penyakit, termasuk histeria yang sangat menggejala di Wina (Freud, terj.,1991:4). Pengaruh Jean-Martin Charcot, neurolog Prancis, yang menunjukkan adanya faktor psikis yang menyebabkan histeria mendukung pula keraguan Freud pada kedokteran (Berry, 2001:15). Sejak itu Freud dan doktor Josef Breuer menyelidiki penyebab histeria. Pasien yang menjadi subjek penyelidikannya adalah Anna O. Selama penyelidikan, Freud melihat ketidakruntutan keterangan yang disampaikan oleh Anna O. Seperti ada yang terbelah dari kepribadian Anna O. Penyelidikan-penyelidikan itu yang membawa Freud pada kesimpulan struktur psikis manusia: id, ego, superego dan ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran.
Freud menjadikan prinsip ini untuk menjelaskan segala yang terjadi pada manusia, antara lain mimpi. Menurut Freud, mimpi adalah bentuk penyaluran dorongan yang tidak disadari. Dalam keadaan sadar orang sering merepresi keinginan-keinginannya. Karena tidak bisa tersalurkan pada keadaan sadar, maka keinginan itu mengaktualisasikan diri pada saat tidur, ketika kontrol ego lemah.
Dalam pandangan Freud, semua perilaku manusia baik yang nampak (gerakan otot) maupun yang tersembunyi (pikiran) adalah disebabkan oleh peristiwa mental sebelumnya. Terdapat peristiwa mental yang kita sadari dan tidak kita sadari namun bisa kita akses (preconscious) dan ada yang sulit kita bawa ke alam tidak sadar (unconscious). Di alam tidak sadar inilah tinggal dua struktur mental yang ibarat gunung es dari kepribadian kita, yaitu:
a.    Id, adalah berisi energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata.
b.   Superego, adalah berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari lingkungannya.
c.    Ego, adalah pengawas realitas.
Sebagai contoh adalah berikut ini: Anda adalah seorang bendahara yang diserahi mengelola uang sebesar 1 miliar Rupiah tunai. Id mengatakan pada Anda: “Pakai saja uang itu sebagian, toh tak ada yang tahu!”. Sedangkan ego berkata:”Cek dulu, jangan-jangan nanti ada yang tahu!”. Sementara superego menegur:”Jangan lakukan!”.
Pada masa kanak-kanak kira dikendalikan sepenuhnya oleh id, dan pada tahap ini oleh Freud disebut sebagai primary process thinking. Anak-anak akan mencari pengganti jika tidak menemukan yang dapat memuaskan kebutuhannya (bayi akan mengisap jempolnya jika tidak mendapat dot misalnya).
Sedangkan ego akan lebih berkembang pada masa kanak-kanak yang lebih tua dan pada orang dewasa. Di sini disebut sebagai tahap secondary process thinking. Manusia sudah dapat menangguhkan pemuasan keinginannya (sikap untuk memilih tidak jajan demi ingin menabung misalnya). Walau begitu kadangkala pada orang dewasa muncul sikap seperti primary process thnking, yaitu mencari pengganti pemuas keinginan (menendang tong sampah karena merasa jengkel akibat dimarahi bos di kantor misalnya).
Proses pertama adalah apa yang dinamakan EQ (emotional quotient), sedangkan proses kedua adalah IQ (intelligence quotient) dan proses ketiga adalah SQ (spiritual quotient).

2. Behaviourisme
Aliran ini sering dikatkan sebagai aliran ilmu jiwa namun tidak peduli pada jiwa. Pada akhir abad ke-19, Ivan Petrovic Pavlov memulai eksperimen psikologi yang mencapai puncaknya pada tahun 1940 – 1950-an. Di sini psikologi didefinisikan sebagai sains dan sementara sains hanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat dilihat dan diamati saja. Sedangkan ‘jiwa’ tidak bisa diamati, maka tidak digolongkan ke dalam psikologi.
Aliran ini memandang manusia sebagai mesin (homo mechanicus) yang dapat dikendalikan perilakunya melalui suatu pelaziman (conditioning). Sikap yang diinginkan dilatih terus-menerus sehingga menimbulkan maladaptive behaviour atau perilaku menyimpang. Salah satu contoh adalah ketika Pavlov melakukan eksperimen terhadap seekor anjing. Di depan anjing eksperimennya yang lapar, Pavlov menyalakan lampu. Anjing tersebut tidak mengeluarkan air liurnya. Kemudian sepotong daging ditaruh dihadapannya dan anjing tersebut terbit air liurnya. Selanjutnya begitu terus setiap kali lampu dinyalakan maka daging disajikan. Begitu hingga beberapa kali percobaan, sehingga setiap kali lampu dinyalakan maka anjing tersebut terbit air liurnya meski daging tidak disajikan. Dalam hal ini air liur anjing menjadi conditioned response dan cahaya lampu menjadi conditioned stimulus.
Percobaan yang hampir sama dilakukan terhadap seorang anak berumur 11 bulan dengan seekor tikus putih. Setiap kali si anak akan memegang tikus putih maka dipukullah sebatang besi dengan sangat keras sehingga membuat si anak kaget. Begitu percobaan ini diulang terus menerus sehingga pada taraf tertentu maka si anak akan menangis begitu hanya melihat tikus putih tersebut. Bahkan setelah itu dia menjadi takut dengan segala sesuatu yang berbulu: kelinci, anjing, baju berbulu dan topeng Sinterklas.
Ini yang dinamakan pelaziman dan untuk mengobatinya kita bisa melakukan apa yang disebut sebagai kontrapelaziman (counterconditioning).

3. Psikologi Humanistis
Aliran ini muncul akibat reaksi atas aliran behaviourisme dan psikoanalisis. Kedua aliran ini dianggap merendahkan manusia menjadi sekelas mesin atau makhluk yang rendah. Aliran ini biasa disebut mazhab ketiga setelah Psikoanalisa dan Behaviorisme.
Salah satu tokoh dari aliran ini – Abraham Maslow – mengkritik Freud dengan mengatakan bahwa Freud hanya meneliti mengapa setengah jiwa itu sakit, bukannya meneliti mengapa setengah jiwa yang lainnya bisa tetap sehat.
Salah satu bagian dari humanistic adalah logoterapi. Adalah Viktor Frankl yang mengembangkan teknik psikoterapi yang disebut sebagai logotherapy (logos = makna). Pandangan ini berprinsip:
a. Hidup memiliki makna, bahkan dalam situasi yang paling menyedihkan sekalipun.
b. Tujuan hidup kita yang utama adalah mencari makna dari kehidupan kita itu sendiri.
c. Kita memiliki kebebasan untuk memaknai apa yang kita lakukan dan apa yang kita alami bahkan dalam menghadapi kesengsaraan sekalipun.
Frankl mengembangkan teknik ini berdasarkan pengalamannya lolos dari kamp konsentrasi Nazi pada masa Perang Dunia II, di mana dia mengalami dan menyaksikan penyiksaan-penyiksaan di kamp tersebut. Dia menyaksikan dua hal yang berbeda, yaitu para tahanan yang putus asa dan para tahanan yang memiliki kesabaran luar biasa serta daya hidup yang perkasa. Frankl menyebut hal ini sebagai kebebasan seseorang memberi makna pada hidupnya.
Logoterapi ini sangat erat kaitannya dengan SQ, yang bisa kita kelompokkan berdasarkan situasi-situasi berikut ini:
a. Ketika seseorang menemukan dirinya (self-discovery). Sa’di (seorang penyair besar dari Iran) menggerutu karena kehilangan sepasang sepatunya di sebuah masjid di Damaskus. Namun di tengah kejengkelannya itu ia melihat bahwa ada seorang penceramah yang berbicara dengan senyum gembira. Kemudian tampaklah olehnya bahwa penceramah tersebut tidak memiliki sepasang kaki. Maka tiba-tiba ia disadarkan, bahwa mengapa ia sedih kehilangan sepatunya sementara ada orang yang masih bisa tersenyum walau kehilangan kedua kakinya.
b. Makna muncul ketika seseorang menentukan pilihan. Hidup menjadi tanpa makna ketika seseorang tak dapat memilih. Sebagai contoh: seseorang yang mendapatkan tawaran kerja bagus, dengan gaji besar dan kedudukan tinggi, namun ia harus pindah dari Yogyakarta menuju Singapura. Di satu sisi ia mendapatkan kelimpahan materi namun di sisi lainnya ia kehilangan waktu untuk berkumpul dengan anak-anak dan istrinya. Dia menginginkan pekerjaan itu namun sekaligus punya waktu untuk keluarganya. Hingga akhirnya dia putuskan untuk mundur dari pekerjaan itu dan memilih memiliki waktu luang bersama keluarganya. Pada saat itulah ia merasakan kembali makna hidupnya.
c. Ketika seseorang merasa istimewa, unik dan tak tergantikan. Misalnya: seorang rakyat jelata tiba-tiba dikunjungi oleh presiden langsung di rumahnya. Ia merasakan suatu makna yang luar biasa dalam kehidupannya dan tak akan tergantikan oleh apapun. Demikian juga ketika kita menemukan seseorang yang mampu mendengarkan kita dengan penuh perhatian, dengan begitu hidup kita menjadi bermakna.
d. Ketika kita dihadapkan pada sikap bertanggung jawab. Seperti contoh di atas, seorang bendahara yang diserahi pengelolaan uang tunai dalam jumlah sangat besar dan berhasil menolak keinginannya sendiri untuk memakai sebagian uang itu untuk memuaskan keinginannya semata. Pada saat itu si bendahara mengalami makna yang luar biasa dalam hidupnya.
e. Ketika kita mengalami situasi transendensi (pengalaman yang membawa kita ke luar dunia fisik, ke luar suka dan duka kita, ke luar dari diri kita sekarang). Transendensi adalah pengalaman spiritual yang memberi makna pada kehidupan kita.

Sumber:

Jalaluddin Rakhmat dalam Danah Zohar, SQ – Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Hidup, Mizan, Jakarta, 2000.
Noesjirwan, joesoef. 2000. Konsep Manusia Menurut Psikologi Transpersonal (dalam Metodologi Psikologi Islami). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Purwanto, Setyo. 2004. Tafakur Sebagai Sarana Transendensi. (materi kuliah PI) tidak diterbitkan
Misiak, Henryk and Virginia Staudt Sexton, Ph.D. 1988 .Psikologi Fenomenologi Eksistensial dan Humanistik : Suatu Survai Historis. Bandung : PT Eresco
Purwanto, Setyo.2004. Hank Out PI : Metode-metode Perumusan Psikologi islami.(Materi Kuliah) tidak diterbitkan
http://jebhy.blogspot.com/2008/11/psikologi-lintas-budaya.html